Monday, July 30, 2012

Sebuah Cerita Tanpa Judul

 SCTJ

Drrrrttt.. Drrrtttt... Ngiiinnnngggg..
Suara itu berasal dari mesin tattoo dibelakangku, hari ini aku berada di dalam ruangan ini memilih jalan hidupku. Jalan hidup menjadi seseorang yang bertattoo dan itu berarti aku tidak dapat bekerja di beberapa tempat khususnya di bidang kesehatan.

"Yakin Yin mau tattoan?" tanya Wi Dek, Artist Tattoo yang akan mengerjai tubuhku.

" Yakin Wi.." datar aku menjawab.

Tidak ada waktu lagi untuk mundur, semua alat sudah dipersiapkan. Mesin dan jarum tattoo telah di  steril kan, tinta berwarna hitam dan putih sudah tertata rapi disebelah mesin yang sesekali menderu karena sedang dicoba.

" Wi Gus tolong ambilin tas Oyin dong di sebelah rak majalah..." kataku kepada assistent Wi Dek.

Wi Gus memberikan tas yang aku pinta. Aku merogoh perlahan kedalam tas ku karena merasakan getaran kecil tak henti yang berasal dari ponselku. Rupanya ada sebuah pesan dan sebuah misscall dari Rio..


from : Rio

Dmn lo? Jadi Tatto?


Aku hanya membacanya lalu mengembalikan ponselku ke dalam tas. Malas rasanya berkutat dengan ponsel di keadaan hati dan pikiran yang kacau seperti ini. Aku menaruh tas ku diatas meja yang terletak tepat di sebelahku. Kembali masuk dalam lamunanku.

Aku masih seorang siswi salah satu SMA Negeri favorit di Bali tinggal seminggu lagi masa belajarku di sana, karena sebenarnya esok adalah hari pertama Ujian Nasional.

Aku tidak terlalu memikirkan soal UN. Bagiku UN bukanlah suatu masalah besar, karena sudah menjadi rahasia umum pasti akan ada jawaban bocoran di setiap UN. Dan aku sudah merasa cukup waktu belajar 2 bulan terakhir ini hanya berkutat dengan buku-buku soal yang mata pelajarannya di Uji kan.

Tersadar dengan waktu yang berjalan tapi dari tadi tubuhku belum sama sekali tersentuh tajamnya jarum tattoo, sedikit heran, aku menoleh ke belakang. Kulihat Wi Dek sedang mencari-cari jenis  font  yang tepat untuk tulisan yang akan digambarnya dipunggungku.

"belum dapet font yang bagus Wi?"
"sini coba Oyin liat Wi"

Wi Dek akhirnya menghampiriku membawa beberapa tulisan yang sudah Ia seleksi sebelumnya.

"kamu mau yang mana nih? pilih aja diantara ini.. ini sih yang menurut Wi Dek bagus"

Aku melihat tulisan tersebut, tak terlalu ambil pusing dan langsung memilih salah satu diantaranya.

"yang ini aja wi, biar cepet.."

"yakin yang ini yin?kamu ga boleh sembarang milih lho.. ini tattoo yin, permanent, jangan ampe nyesel.."

"iyah Wi, Oyin tau kok.. Udah yang itu aja.. lagian kan Wi Dek udah seleksi dulu sebelum kasi Oyin berarti no problem kan?"

"yaudah, terserah Yin aja.. Ganti na-e bajunya, itu pakek kain.."
"Gus baang ye kain ne tuni to.." 
(gus kasih dia kain yang tadi itu) Ia beralih berkata pada asisstentnya dengan berbahasa Bali.

Tak lama kemudian aku telah mengganti bajuku dengan kain. Hanya kupakai sebatas dada, karena Wi Dek akan menggambar tepat dibawah tengkukku.. 

Dua huruf, hanya dua huruf tapi huruf itu terasa menyakitkan bukan di kulitku tapi di hatiku. Dua huruf inisial nama kedua orangtuaku. Ya, orangtuaku baru saja bercerai, tepat minggu lalu.. seminggu sebelum aku menjalani Ujian Nasional. Yah dapat dikatakan dalam dua minggu ini aku menghadapi 2 Ujian besar.

Aku menoleh kebelakang memperhatikan Wi Dek memulai ritualnya, men-sterilkan punggungku dengan alkohol, lalu mengoleskan vaselin di bagian kulitku yang akan di tattoo. Ia mencetak gambar, memastikan tidak miring saat tertempel nanti. Gambar sudah tercetak di bawah tengkukku dengan sempurna.  Here we go...  pikirku..

Drrrrrttt drrrrrrrtttt ngiinnnnngg drrrrt drrrrrrttt..

"uda siap yin?"

"uda wi.."

Ngiiiiiiiiinngggg... Drrrrrt drrrrrt drrrrrtttt drrrttttttttttt...

Panas nya jarum tattoo menjalar keseluruh tubuhku. Pelan tetapi pasti bergetar dibawah tengkukku, menusuk nusuk kulitku, memasukkan tinta-tinta yang telah dicampur sedemikian rupa hingga menjadi kumpulan warna yang tak dapat aku tebak hitam atau putih. Mereka tercampur... abu-abu ya itu abu-abu pikirku..

Aku memejamkan mata menundukkan kepalaku dan bersandar kepada sandaran kursi yang aku duduki secara terbalik..

Aku mencoba menghayati tiap tusukan yang tertancap pasti di permukaan kulitku.. Sakit.. Perih.. Panas.. Serasa terbakar.. Itulah yang aku rasakan bukan hanya pada kulitku tapi juga pada hati dan pikiranku.

Sama seperti rasa sakit dari tattoo tersebut, rasa sakit akibat perceraian orangtuakupun aku coba untuk telan mentah-mentah.. 

Aku ingin marah tapi marah pada siapa?? Aku tidak mungkin marah pada ibu atau ayahku.. Aku yakin mereka juga menyimpan luka masing-masing.. Dan kembali lagi yang bisa aku lakukan hanyalah menerima.. Mencoba untuk melapangkan dada.. Dengan keputusan yang mereka ambil.. Dibenakku hanya berpikir mereka sudah dewasa mereka tahu yang terbaik..

Kalau aku boleh bersikeras aku tidak ingin mereka bercerai.. Tapi melihat mereka bersatu namun tak pernah akur pun sama menyakitkannya. Melihat ayah yang selalu marah dan ibu yang selalu menangis.. Bukan lagi hal yang baru bagiku.. Suara teriakan mereka ketika berkelahi seakan suara alarm yang mebangunkanku di pagi hari atau lagu pengiring tidurku di malam hari.. Sedangkan siang mereka jarang bertemu karena bekerja. Aku kehilangan rasa. Aku kehilangan akal. Air mataku telah mengering bahkan sel-sel yang seharusnya bekerja saat perasaan ku sedih pun seakan mati rasa. 

Itu juga yang membuatku kehilangan cinta selama beberapa saat.. 

"Arghh.." 

Teriakku.. Bukan karena aku sudah tidak kuat mengahadapi masalah perceraian orangtuaku.. 

Tapi karena jarum tatoo melewati tulangku.. Ngilu menjarah bagian punggung sampai leherku.. Rasa sakit yang diberikan jarum seakan menyadarkanku dari pikiran-pikiran yang berlari kesana kemari..

"Sakit yin?" Wi Dek menghentikan mesinnya sejenak.. Dan bertanya padaku..

"Dikit wi, tadi kena tulang, berasa banget sakitnya.."

"Hahahaha emang gitu dah rasanya tattoan yin.. Sakit.. Tapi buat ketagihan.."

"Hahahaha Wi Dek nih kayak apa aja.."

"Ihh Wi Dek Serius lho Yin.. Sekali kamu tattoan pasti pengen nambah lagi.." 


Wi Dek berkata sambil melanjutkan pekerjaannya menato punggungku..


"Bahahaha iyah kalo pengen nambah kan tinggal nambah Wi.. Jugaan tattoonya sama Wi Dek.. Pasti harganya ga nyusahin Oyin.." Kataku cengengesan..


Yah memang begitulah hubunganku dengan Wi Dek.. Umur kami terpaut sangat jauh.. Sekitar 12 tahun.. Dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri..


Mengenal Wi Dek pun sebenarnya hanya dari situs jejaring social Facebook.. Berawal dari iseng-iseng melihat-lihat foto-foto hasil tattoo dan memberikan comment di satu foto tattoo bergambar Barong yang merupakan hasil karyanya.. Kami pun saling membalas comment dan berkenalan.. 


Ketika aku bercerita ingin mebuat tattoo dia langsung menawarkan diri membuatkannya secara gratis.. 


Awalnya aku ragu namun rasa raguku kalah dengan rasa penasaran dan ketertarikanku terhadap tattoo.. Dan akhirnya disinilah aku duduk meringis menahan sakit hasil jarum tattoo.. 


Tapi diluar dugaan.. Rasa sakit itu justru membawa kedamaian dihatiku.. Seakan menggantikan tangisanku yang tertumpuk sekian dalam di lubuk hatiku.. Aku sangat menikmati rasa sakit itu.. 


"Wi...."


"Ya yin.." Wi Dek masih sibuk dengan mesinnya ketika ku panggil..


"Wi Dek tattoan ga?"


Wi Dek menghentikan pekerjaannya sejenak.. 


"Kenapa kok tiba-tiba tanya gitu yin?"


"Engga Wi, cuma nanya aja.. Abis Yin liat kayaknya tanyan ama kakinya Wi dek ga ada tattoonya.."


"Bahahaha.." Ia tertawa dan melanjutkan pekerjaannya..


"Ihhh Wi Dek nih.. Yin lho nanya bener-bener malah diketawain.."


"Iya-iya sante na-e yin.." Iya diam sejenak.. Seakan berpikir untuk memberikan jawaban.. 


"Wi Dek ga tattoan Yin.."


Aku sedikit kaget.. Karena tidak menyangka artist tattoo yang berpengalaman menato orang selama lebih dari 10 tahun seperti dia sama sekali tidak bertattoo..


Bukannya apa, aku pikir artist tattoo harusnya paling tidak pernah bertattoo agar tau kadar sakitnya jarum yang menyentuh tubuh.. 


"Ah masa Wi Dek ga tattoan?? Ga percaya Yin.. Pasti punggungnya Wi Dek full tattoo.." Tuduhku dengan entengnya..


"Nak cerik ne, orain jek bengkung sajan" 
(Anak kecil ini dikasi tau ngeyel sekali)


Ia melanjutkan pekerjaannya dan menjawabku dengan berbahasa Bali..


"Benerin nae Wi, masa iya Wi Dek ga tattoan?? Kenapa wi??"


"Wi Dek ga dikasih tattooan ama ibunya Wi Dek"


Deg.. Jantung ku seketika menghentak.. Sedikit lirih ketika mendengar kata Ibu dari mulut Wi Dek.. Bukan lirih mungkin lebih tepatnya iri..


"Oh yah.. Masa ga dikasih?? Kan Wi Dek udah tua.. Kok masih aja dilarang-larang?" Tanya ku dengan nada mengejek, menutupi kesedihanku..


"Bahahahaha.. Kurang ajar emang anak kecil ini..
Iya.. Wi Dek ga dikasih tattooan.. Soalnya ibunya Wi Dek ga suka liat Wi Dek tattooan.."


"Ooo gitu.." Aku mengurungkan niatku untuk bertanya lagi.. Ini saja sudah membuatku cukup pedih.. 


Aku berharap ia tidak bertanya balik perihal izin dari orangtuaku atas tattoo yang aku buat..


Karena aku sendiri pun bingung akan menjawab apa.. Yang ku tahu orangtuaku tidak terlalu peduli dengan hidupku.. Bagi mereka sudah cukup hanya melihat aku menjalankan kewajiban sekolahku dengan baik dan tidak kekurangan uang jajan.. Perihal apa yang aku rasakan aku pikir mereka tidak perduli.. dan aku pikir aku pun urung untuk memerdulikannya.. Tapi rupanya aku salah.. Mendengar Wi Dek yang sudah berumur sekian dan masih dilarang oleh ibunya membuat ku iri.. 


Orang tuaku tidak pernah melarangku melakukan apapun.. Malah terkesan tidak perduli.. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya.. Jika pun ada tenaga yang tersisa sepulang mereka bekerja mereka tidak menggunakannya untuk memperhatikanku.. Mereka lebih memilih menggunakannya untuk berdebat bahkan berkelahi..


Drrrrrtttt drrrrtttt drttttttttttttt...


Tidak terdengar suara apapun selain mesin tattoo.. Aku menoleh kebelakang.. Rupanya Wi Dek sedang serius mengerjakan tattoo di punggungku.. 


"Jangan banyak gerak yin.. Tar jarumnya melenceng.." 


"Oh iyah-iyah Wi.." Aku kembali membenarkan letak dudukku dan menghadap ke depan..


"Masih lama yah Wi?? Masih banyak yang belum??" Tanyaku penasaran..


"Ini baru selesai buat line nya aja yin.. Yah mirip sketsa gitu modelnya.."


Sebenarnya tattoo yang aku buat tidak rumit dan tidak besar.. Hanya 2 huruf seperti yang diawal telah aku ceritakan.. Total panjang dan lebarnya kurang lebih 12x10cm..


"Ohh iyah deh Wi.. Aku mengangguk pelan.."


Aku sedikit bosan karena line yang dikatakan Wi Dek sudah selesai.. Sedangkan pada saat ditattoo bagian line lah yang katanya lebih sakit..


Aku merogoh kembali tasku.. Mencari ponsel yang tadi aku telantarkan didalam sana.. Ingin menghilangkan kebosanan dengan membalas sms Rio..


Replay.. 


To: Rio
Iye, jadi kok
Ini gw ditempat tattoo
Di kuta
Namanya Independent
Kalo lo mau kesini aja



Sms sent..


Tak beberapa lama.. Ponselku kembali bergetar..


From : Rio
Hah? Serius lo? 
Kok ga ngajak gw sih td?
Kan gw bisa nemenin lo..
Yaudah gw susul kesana deh..
Tapi gw mandi dulu..



Aku sedikit tersenyum membaca sms balasan dari Rio.. Yah kami memang sahabat dekat.. Dan dia merasa harus tau segala keputusan yang aku ambil..


Replay..


To: Rio
Iye serius geblek
Yaudah sini aje lo
Tapi ini gw uda mau selesai
Jangan lama2 lo



Sms sent..


Aku menoleh kebelakang karena tiba-tiba tersadar tidak ada lagi jarum yang menusuk-nusuk tubuhku..


"Kok berenti wi??"


"Hah.. Engga kok.. Ini Wi lagi ganti jarum.. Buat shading nya.."


"Ohh.. Emang apa bedanya??"


"Ya bedalah.. Jarum line td lebih sedikit.. Lebih tipis yang dipake jarum 5.. Kalo jarum buat shading jarumnya lebih banyak, jarum 12.."


"Wihhh.. Kok banyak banget jarum buat shadingnya?? Katanya shadingnya ga sakit.. Kok jarumnya banyak??"


"Bahahaha.. Katanya kuat.. Kok gitu aja takut.."
"Justru semakin banyak jarumnya semakin ga sakit.. Soalnya ga perlu neken jarumnya cuma sekedar ajah.. Ga sesakit line lahh.."


Wi Dek mencoba menjelaskan.. Tapi aku tidak percaya sampai aku mencobanya..


Ngiiiiiiiinnnnggggg.. Drrrrrttt drrrrtttt drrrrtttt..


Jarum 12 itu sudah hinggap di kulitku.. Dan ternyata memang benar tidak sesakit jarum line.. 


Drrrttt drrrrttt drrrttt.. Kali ini bukan suara jarum.. Melainkan suara getar ponselku yang menandakan sms masuk..


From: Rio
Eh.. Gw ud lesai mandi nih..
Alamat lengkapnya dmn??
Ms lama ga lo tatonya??



Replay..


To: Rio
Cpt amat lo mandi
Jl. Kartika plaza
Stelahnya Centro
Ada di sbela kiri jln, 
Independent tattoo
Engga kok lg bntar aj
Cpt makanya



Sms sent..


"Wi masih banyak yang harus di shading?"


"Engga kok Yin.. Ini uda hampir selesai.. Abis ini tinggal di bersihin dikasi vaselin trus di wrap aja..uda deh kelar.."


Wi Dek menjawab masih dengan serius menyelesaikan tattooku..


Drrrrrttt drrrrrttt drrrrtttt getar ponsel kembali menghampiriku..


From: Rio
Ok.. I see..
Mungkin 20 menit lg
gw nyampe sono..
Tar kalo gw ampe sono 
lo uda kelar
berarti pulangnya 
kita nyentro aja..
Bawa motor lo? 



Replay.. 


To: Rio
Hmm okelah
Engga gw ga bw motor
Td gw naik taxi



Sms sent..


Aku sengaja tidak membawa kendaraan.. Aku pikir tadi aku tidak akan kuat menahan sakit sehabis tattoo dan pulang sendiri mengendarai motor..


"Wi Dek.. Kira-kira besok tattoonya masih berdarah ga?" tanyaku pada Wi Dek yang masih asik memberi shading pada tattoo ku..


"Engga kok yin.. Berdarahnya paling cuma sekarang aja.. Nanti kalo udah di wrap darahnya berenti kok.."


"Ohh gitu"


"Iya, ga berdarah lagi tapi bengkak yin.. Sekitar 3-7 hari baru ilang bengkaknya.."


"Engga pa-pa sih Wi yang penting ga berdarah aja.. Soalnya besok Yin kan sekolah.. Ujian pula.."


"Mimih.. Kok nekat kamu yin? Besok ujian sekarang tattooan??"


"Iyah Wi abis takutnya minat buat tattoonya ilang.."


Ya aku memang sengaja membuatnya secepat mungkin.. Karena aku takut bila terlalu lama aku malah akan mengurungkan niatku..


Sebenarnya tattoo ini aku buat agar aku tetap mengingat kedua orangtuaku yang telah bercerai..


Setelah bercerai mereka tinggal di tempat yang berbeda.. ayahku memutuskan akan memberikan rumah tempat tinggal kami kepada ibukku.. Sedangkan ia lebih memilih tinggal di rumah dinas yang diberikan perusahaan tempatnya bekerja.. 


Aku tidak mampu memilih akan tinggal bersama siapa.. Jadi aku putuskan untuk tinggal dirumah kakek ku diperbatasan kota..


"Nih Yin.. Minum dulu.." Wi Gus membuyarkan lamunanku dan memberiku satu kaleng Coca-cola berukuran medium..


"Eh.. Makasih Wi taruh aja dulu dimeja, tar Oyin minum"


"Oke.." Wi Gus menaruh minuman tersebut diatas meja dan pergi keluar studio..


Aku tidak segera meminumnya karena Wi Dek melarangku bergerak terlebih dahulu.. Ia sedang mengerjakan detail tattoo ku..


Drrrrtttt drrrrrttt drrrrttt.. Ponsel yang dari tadi aku genggam bergetar..


From : Rio 
Gw uda deket..



Replay..


To: Rio
Yaudah ini juga uda mau
Selesai kok
Lo dmn nya?



Sms sent..


Aku melihat jam tanganku.. Belum sampai 20 menit..
"Mungkin Rio ngebut" pikirku..


Drrrttt drrrrtt drrrrtt


From: Rio
Gw uda di depan Centro..
Sebelah mananya nih?



Replay..


To: Rio
Lurusan lg dikit
100 meteran lah
Disbela kiri jln
Ada plang nya kok
Independent tattoo
Depannya kea ada 
toko2 souvenir gt



Sms sent..


Hati-hati aku memasukkan ponselku ke dalam tas..


"Udah Wi Dek??"


Tidak menjawab.. Masih berkutat dengan jarum tattoo.. Tapi dengan segera ia mengangkat jarum tattoo nya setelah memberi goresan terakhir..
lalu Ia mengusap bagian kulitku yang di tattoo tadi dengan cairan yang biasa Ia sebut greensoap.. Ia mengusap secara perlahan.. Membersihkan darah dan sisa-sisa tinta yang tidak masuk ke dalam kulit..


"Yak, sudah.." Wi dek berkata padaku.. 


Aku bergerak perlahan.. Berdiri dan menegakkan badanku, berusaha meregangkan otot-otot yang kaku selama proses tattoo..
Sedikit merasakan panas dibagian kulit yang ditattoo.. Rasanya seperti luka bakar.. 


Kriettt..
Pintu studio terbuka..


Wi Gus yang tadi berjalan keluar studio kini masuk lagi bersama seseorang.. Seorang laki-laki..


Aku menoleh dan memperhatikan orang tersebut.. Wajahnya lumayan tampan.. Bukan tampan.. Lebih tepat bila disebut manis.. Badannya tegap walaupun sedikit kurus.. Tidak terlalu tinggi bila dibanding denganku yang 169cm, mungkin tingginya sekitar 175cm.. Ia berkulit sawo matang.. tatapan mata kami bertemu.. Aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku..


"Dek, ne Bagus be teka"
(Dek, ini bagus sudah datang) 


Wi Gus yang datang bersama org tersebut berkata kepada Wi Dek..


Wi dek yang masih sibuk membuka wrap menoleh dan berkata..


"Eh, Bagus.. Udah dateng.. Duduk dulu gus.. Saya baru selesai ngerjain ini.. Tunggu sebentar yah.." 


"Iyah.. Ga papa Bli lanjutin aja dulu.. Hehe.." Kata orang yang baru aku ketahui bernama Bagus tersebut..


Wi Dek melanjutkan pekerjaannya.. Sedangkan aku sibuk berkaca.. Memperhatikan tattoo yang sekarang menghiasi punggungku.. 


Indah.. Bisa dibilang mempercantik punggungku.. Membuat ku tidak menyesal telah membuat tattoo tersebut..


"Mau langsung di wrap Yin?" Tanya Wi Dek


"Boleh deh Wi.."


Wi Dek mengolesi vaselin di tattoo baruku dan menempelkan plastik wrap..


"Ntar ampe rumah buka aja wrapnya yah.. Kamu bersihin ulang, boleh kena air tapi jangan sampai kena sabun.."


Aku hanya mengangguk..masih memperhatikan tattooku yang kini terlapis plastik wrap..


"Apa lagi yang ga boleh Wi??" Tanyaku..


"Itu aja sih sebenernya.. Yah paling ini bengkak nya aja yang lama.. Abis bengkak, luka tattoo nya bakal kering terus ngelupas.. Pas ngelupas itu pasti gatel.. Tapi jangan digaruk.. Tar takutnya warnanya ga masuk trus tattoonya malah rusak.. Jangan kena air laut atau air kolam renang yang mengandung kaporit berlebihan, yah kira-kira dua minggu ampe sebulan.. Soalnya itu mempengaruhi warna" 


Wi Dek menjelaskan panjang lebar..


"Gitu aja Wi??"


"Iyah gitu aja kok, nanti Wi Dek kasi salep buat ngilangin bengkaknya sama biar cepet kering lukanya.."


Aku mengangguk tanda mengerti..


Aku memperhatikan Wi Gus sibuk merapikan alat-alat yang tadi terpakai pada saat menattoo ku..
Beberapa alat-alat diganti dengan yang baru seperti jarum, glove, kapas, tinta.. Sedangkan mesin dimasukkan ke dalam mesin steril..


"Wi Dek mau ada lanjut nato lagi yah??"


"Iyah, ini Bagus mau tattoan juga.."
"Ehh, Wi Dek ampe lupa ngenalin kamu ke Bagus.."


Bagus yang merasa namanya disebut-sebut menoleh dan berjalan ke arah ku.. 


"Gus kenalin ini Oyin.."
Wi Dek langsung memperkenalkan aku dengan Bagus..


"Bagus"
Bagus menyodorkan tangannya menunggu jabatanku..


"Oyin"
Aku membalas jabatan tangan Bagus..
Tangannya mengalirkan rasa hangat ke hatiku.. Entah kenapa sekejap aku seperti tak ingin melepaskan jabatan itu..ketika aku sadar buru-buru aku melepaskan tangannya.. Takut dikira macam-macam..


Hanya sampai situ perkenalan kami.. Tidak ada pertanyaan lanjutan, tidak ada basa-basi seperti biasa orang baru pertama kali berkenalan.. Aku pikir ia pasti tidak tertarik padaku.. Aku pun begitu aku tidak tertarik padanya, perkecualian untuk tangannya yang hangat..


Setelah berkenalan aku lekas mengambil tasku masuk ke ruang ganti, mengganti kain dengan baju yang semula aku kenakan.. Semua anggota badan aku gerakkan dengan hati-hati, tidak mau membuat gerakan yang terlalu besar karena akan menyakiti bengkak pada punggungku..


Aku merogoh tasku mencari ponsel yang tadi aku masukkan ke dalamnya.. Aku agak heran karena Rio tak kunjung sampai di studio padahal Ia berkata sudah dekat..


"1 new messages"
Tertera di layar ponselku..


Aku membukannya dengan segera.. 


From: Rio
Gw uda nyampe..
Gw nunggu di warung depan studio
Mau masuk tp takut liat jarum



Aku menahan tawa membaca pesan dari Rio tersebut.. Buru-buru aku keluar dari ruang ganti..


Aku melihat Wi Dek sedang mengobrol dengan Bagus.. Mungkin membicarakan tentang tattoo yang akan dibuat Bagus.. Aku menghampiri mereka..


"Wi Dek, berapa nih tattoo nya??" Aku menanyakan harga tattooku pada Wi Dek..


"Ya udah, ga usah deh Yin.. Bawa aja.." 


"Eh kok gitu..?? Oyin serius nih Wi Dek.."


"Ihh.. Wi Dek juga serius.." Ia tersenyum..


"Ehh beneran nih?? Ga usah bayar??" Tanyaku tak yakin..


"Iya.." 


*to be continued*

Monday, July 2, 2012

Bocah Canggih




waaaahh sudah lama sekali rasanya saya ga posting blog, gila ini saya posting di bawah aniaya seorang gadis cilik bernama Naufa,dia mencubiti saya karena mencuri secara paksa tabletnya untuk posting disini. Naufa baru berumur 4 tahun saat ini, tapi perawakannya tidak seperti anak berumur 4 tahun. Dia sudah bisa membaca, berhitung bahkan googling dengan lancar. Tidak bisa sebentar saja terpisah dari semua gadgetnya, untuk posting ini saja saya harus bertahan dari cubitan-cubitannya. Ok saya lanjutkan nanti saja karena sepertinya badan saya sudah mulai biru-biru dibuatnya