Sunday, October 14, 2012

Sebuah Cerita Tanpa Judul II


SCTJ 2



Aku keluar dari studio tattoo dengan segera setelah berpamitan, Rio sudah menungguku. Di depan deretan pertokoan yang menjadi lokasi studio tattoo Wi Dek. Aku sudah melihatnya, duduk di warung pinggir jalan sambil mengunyah snack dengan selengean. Sebersit libido naik menyumbat tenggorokanku membuat nafasku tertahan, aku ingin mencumbunya..

Pertikaian kedua orangtuaku saat berumah tangga memberikan banyak waktu untukku mengecap pergaulan apa saja, seks bebas, miras, rokok, tapi untuk narkoba walaupun aku ada dilingkungan mereka aku masih menahan diri untuk berkenalan secara langsung.

'Tapi saat ini aku berteman baik dengan jarum tattoo' aku mengelus tengkukku sambil tersenyum sinis.

"Eh setan.. Yok dah jalan.." Kataku setelah sampai di belakang Rio yang duduk memunggungiku.

"........"

"Eh bangke ayam cepetan!"

"........"

"Rio ganteng ayo jalan, nanti tante grepe-grepe nih" kataku sambil meniup-niup tengkuknya ala tante girang.

"Eh enak lagi dong" Rio membalikkan badan menyodorkan lehernya..

"Eh bangke setan! Mupeng aja lo, cepet sudah!"

"Elah enak tadi itu, geli-geli gimana gitu"

"......." Aku diam memilih tidak menjawab. Memandangi Rio dengan tatapan jijik..

"Elahh, dikit aja pelit amat, sini grepe dulu toketnya.." Rio menggerakkan tangannya kearah dadaku..

"......."

"Kok lo diem sih?? Ga jadi deh, triplek juga, ga enak dipegang-pegang.." Rio mengalihkan pandangannya, merogoh saku mengambil dompet dan menyerahkan beberapa uang ribuan kepada ibu penjaga warung yang heran mendengar percakapan kami..

Aku dan Rio memang sangat dekat, tidak memiliki hubungan khusus, tapi kami bisa menyentuh satu sama lain sesuka hati..

Selesai membayar Rio membalikkan badannya lagi kearahku yang saat membayar tadi dipunggunginya..

"Elah masi diem aja, minta di grepe beneran nih??"
"Badan gw sexy bgt yah? Ampe elo segitunya pengen grepe2?" Aku bertanya dengan wajah datar

"Elah, lo mau check in bareng gw?"

"Ngajakin mas??" Dengan nada meremehkan aku mencibir..

"Engga ding, males gw maen ama lo berasa juga maen ama laki..... datar" Rio berjalan meninggalkanku..

"Dih, tubuh gw udah berkali lipat lebih hot abis ditato cuy" Aku menyusul mengimbangi jalan Rio..

"Tattoo apaan sih emang? Sini gw liat bentar? Kali napsu gw lumayan nutupin kedataran lo.."

"Dih ogah, males gw nunjukin ke elo, tar napsu, gw ga mau di grepe cowo loyo" Aku tertawa mempercepat langkahku..

"........."

"Eh lo naro motor dimana cuy?" Aku menoleh kesamping mengira Rio masih berjalan disampingku yang ternyata beberapa meter dibelakangku..

"Gw naro di parkiran depan"

"Lha lo kenapa jalan jauh amat dibelakang gw??"

"Males aja gt jalan disamping lo tar dikira jalan ma tante-tante ganjen 'bertattoo'"

"Anjing"

"Dih marah" Rio kini berjalan lagi di depanku

Aku tak menyauti lagi kata-kata terakhirnya, Rio belum tahu tattoo yang kubuat adalah inisial nama orang tuaku, penyumbang kekecewaan terbesar dalam hidupku. Jika ia tahu ia pasti tidak akan menjadikan tattoo sebagai bahan candaan, karena Rio selalu tahu, topik keluarga sensitif di telingaku.

Pikiranku kembali lesu, kembali teringat masa-masa pertengkaran itu, sedangkan perceraian tidak membuat satu atau kedua dari mereka lebih memperhatikanku dari sebelumnya.

Mereka seakan bercerai dengan keadaan belum memiliki anak, sedangkan kakek nenekku yang menjadi tumpangan hidupku kini bukanlah keluarga kandungku, dan mereka terlalu pakem pada adat masa lalu yang menganggap wanita haruslah menjadi wanita dapur atau rumah tangga. Sangat tidak nyaman tinggal bersama mereka.

Silsilah keluarga yang rumit ini membuatku kalut dan menjaga jarak untuk berhubungan dengan orang diluaran. Bukan karena sombong, tapi aku tidak lagi percaya pada hubungan special. Lagi pula mood ku kini susah sekali diatur, dengan mudah berubah-ubah, aku takut diriku yang seperti ini hanya akan menyakiti orang lain dan ujung-ujungnya membuatku dimusuhi banyak orang. Karena itu aku berpikir lebih baik tidak terlalu dekat dengan orang lain.

Pengecualian untuk Rio. Hingga kini hanya Rio yang betah menjadi temanku, moodbooster ku, Rio sangat mengerti akan labilnya mood dan pikiranku. Dia menjadi teman dan pelampiasan kehausan kasih sayangku terhadap keluarga. Meski tampilan luar hubungan kami begitu aneh tapi kami menikmatinya.

"Eh lo marah beneran?"

"Engga kok"

"Dih kumat juteknya"

"Hmm"

Rio membalikkan badannya, berhadapan denganku
"Uda deket motor nih, lo tunggu sini aja, gw ambil ndiri tar gw susulin kesini"

"Oke, lo bawain gw helm?"

"Udah kok tenang aja sayang" Rio tersenyum, mengecup bibirku dan segera lari sambil tertawa.. Meninggalkanku yang mengumpat sejadinya..

"CUIH!! RESE LO!!"

***

"Bilangnya aja lo tadi mau nongkrong di centro" Rutukku pada Rio

"Elah, bosen gw, enakan juga diem di kosan" Rio membuka kunci pintu kosnya.

"Dih bilang aja lo ga ada duit"

"Emang lo ada duit?" Rio bertanya tanpa menoleh, masuk ke dalam kamar kosnya, melepaskan sepatu dan segala atribut yang dipakainya tadi, dan hanya menyisakan boxer unyu-unyunya.

"Engga sih" aku mengikutinya masuk dan langsung bertelungkup diatas kasurnya.

"Lha uda tau ga ada duit, bokek lo abis tattoo an??"

"Hmmm"

Rio menarik tas selempang yang masih aku kenakan dan menggantungnya dibelakang pintu kamar kosan.

Salah satu yang membuat aku nyaman ketika bersama Rio karena dia memanjakanku walaupun sikapnya terkesan selengean.

"Ehh, bangun dulu sini, gw liat tattoo lo"

"Hmmmm"

"Woi bangun" Rio menarik, memaksaku bangun.

Kini aku terduduk didepannya.

"Lo tattooan di bagian mana?"

"Tengkuk"

"Sakit?"

"Lumayan"

"Nangis ga?"

"Ya enggalah"

"Mana? Coba liat?" Rio bergerak pindah dari hadapanku, kini ia duduk tepat diatas kasur dibelakangku.

"Angkat tangan lo"

Aku menurut, Rio menarik dan menanggalkan bajuku. Tak ada kata-kata setelahnya. Dia mengecup pelan tepat di bagian tattoo yang baru saja aku buat. Lalu memelukku dari belakang. Meletakkan dagunya di bahu kiriku, aku tertunduk.

"Lo jadi buat ini?"

"Ia, bagaimanapun gw tetep sayang mereka"

"Bagus kok"

"Thanks, sakit, nusuk ampe ke hati"

"Iyah gw ngerti" Rio merebahkan badanku perlahan sampai aku terbaring dengan posisi dipeluk dari belakang olehnya. Ia menciumi tattoo, tengkuk dan leherku.. Bukan dengan nafsu, tapi dengan kasih. Mengelus lengan hingga kepalaku, membuatku tenang. Sangat tenang.

"I love you but it's not so easy
To make you here with me
I wanna touch and hold you forever
But you're still in my dream
And I can't stand to wait till night is coming
To my lay
And I still have a time to break a silent
When you love someone
Just be brave to say
That you want him to be with you
When you hold your love
Don't ever let it go
Or you will lose your chance
To make your dreams come true"

Rio bersenandung sendu, sepotong bait dari sebuah lagu..

Sebuah lagu dari Endah N' Rhesa, WHEN YOU LOVE SOMEONE.

***




*to be continue*