Sunday, January 19, 2014

CRASH

Gadis itu terkulai diatas tempat tidurnya. Hatinya luluh lantak. Matanya kosong tak bercahaya. Buliran-buliran air tak hentinya mengalir dari sepasang mata kecilnya.

Pikirannya mengawang. Tubuhnya lemas tak dapat ia gerakkan.

Semburat kekecewaan yang dalam terlukis diwajah pucatnya.

Beberapa hari ini terganggu pikirannya. Keadaan keluarganya tak stabil.

Kerinduannya akan kasih sayang, seakan menjadi puncaknya malam ini.

Kepura-pura tegarannya runtuh sudah. Kekuatan dan kedewasaannya yang ia kumpulkan sekian lama seakan tak bersisa. Hilang ditelan hujatan-hujatan untuk ibunya dalam semalam.

Jarak yang coba ia bangun untuk mendapatkan perspektif orang ketiga ternyata tidak cukup membuatnya berlaku adil, mengurangi kekecewaan atas keluarganya.

Kedewasaan yang ia tanamkan di pikirannya tak cukup mampu membuatnya lapang dada menerima keadaan.

Matanya kini terpejam, berusaha tertidur melupakan sakit. Berharap nanti ketika terbangun, keadaan kembali seperti semula. Disaat ia kecil, disaat keluarganya masih baik-baik saja.

Pejamnya tak mengobati. Pikirannya terusik, jauh fokus pada hujatan untuk ibunya. Hujatan yang keluar dari mulut ayahnya sendiri.

Betapa permasalahan bertambah keruh ketika orang yang bukan bagian turut ikut mengaduk luka.

Dadanya sesak, bersusah payah menahan tangis agar tak meledak.

Giginya ia katupkan sekeras ia bisa. Berusaha menguatkan hatinya yang penuh luka.

Bayangan keluarganya yang dulu bahagia berkelebat. Nafasnya mulai tersengal. Teriakannya tertahan giginya yang mengatup. Tubuhnya bergetar hebat. Bulir air matanya makin deras mengalir.
Lelah hatinya menahan perih keadaan dan berpura tegar, berdiri menguatkan banyak orang.

Gadis itu tak peduli lagi. Ia hanya ing
in menangis sepuasnya.

Tuesday, January 7, 2014

Tersesat Kanan Kiri

Taulah saya seorang gadis muda meski sudah tak gadis.

Saya berada diantara dua gaya hidup yang sangat berbeda.

Sebutlah satu sisi kanan dan satu sisi kiri.

Sisi kanan kehidupan normal yang nyaman adanya. Penuh dengan pergaulan 'modern'. Penuh dengan teman dan pesta.

Saya tidak pernah menutup pergaulan saya. Menjaga; iya. Saya berusaha menyerap semampu saya semua pelajaran yang ada dilingkungan.

Pada awalnya otak saya sebagai gadis muda masih dipenuhi oleh kenikmatan.

Saya lebih suka keluar diatas jam 8 malam. Mencari keramaian, menikmati hingar bingar. Pergi ke club malam menikmati kebebasan pergaulan.

Itu ketika saya memilih untuk menikmati. Tapi..

Ada kalanya saya muak pada diri saya sendiri. Entah mengapa merasa gelisah.

Teman yang selalu diajak berpesta belum tentu datang seperti yang diharapkan saat berduka.

Jenuh adalah sebuah pilihan.

Saya tipikal orang yang mudah datang, mudah pergi, dan mudah kembali untuk pergi lagi.

Suka dengan pergaulan baru, dan mencoba untuk tidak terlalu lama hanya berada pada satu pergaulan.
Entah kenapa; hanya saja menurut saya semakin lama saya berdiam pada suatu pergaulan, semakin sering bersama, semakin dekat hingga terlalu dekat, akan semakin banyak masalah yang timbul. Ada saja yang menurut saya salah atau kurang; saya (cukup) egois dalam hal tersebut.
Kekurangan atau kesalahan tersebut akan saya cari kebenarannya dipergaulan yang lain. Begitu terus siklusnya.

(Siklus itu juga yang membuat saya merasa kesepian, karena merasa hanya memiliki banyak teman yang belum menjadi sahabat...yang saya sadar itu adalah kesalahan saya sendiri)

Kali ini saya ingin yang lain. Entah mungkin hati saya terpanggil atau hanya bosan dengan pergaulan biasa. Atau juga butuh sesuatu yang ekstrem untuk menghilangkan kejenuhan dari pergaulan sebelumnya.

Dan tibalah saya pada pergaulan kiri radikal, pergaulan yang berbanding terbalik dengan pergaulan kanan. Saya juga belum tahu pasti karena baru saja memulai.

Yang pasti di pergaulan kiri ini orang-orang sangat kritis terhadap sesuatu.

Mereka memiliki rasa empati yang besar terhadap 'keprihatinan'. Yang kurang dapat saya temukan pada pergaulan kanan.

(Sebenarnya pergaulan kanan pun memiliki rasa simpati terhadap sesuatu hanya saja masih jauh lebih mementingkan pribadi atau golongan, lebih individualistis.)
Pergaulan kiri ini memilih untuk lebih berpihak pada suara minoritas, pada rakyat kecil atau orang susah, dan mencoba hidup sederhana melawan kemewahan yang ditawarkan dunia.

Bila diumpamakan, pergaulan kiri seperti tangan kiri yang biasa digunakan untuk membersihkan hal kotor. Seperti membersihkan anus sehabis buang air besar; pekerjaan kotor, yang sebenarnya dilakukan demi kebaikan (kebersihan).

Begitu juga orang-orang dipergaulan kiri ini, menentang jalan normal untuk membersihkan kekotoran-kekotoran penguasa rakus..

Sebenarnya pergaulan kiri sudah pernah saya masuki ketika bertemu dengan para seniman. Hanya saja para seniman menunjukkan ke 'kiri'an mereka melalui karya abstrak yang tidak terlalu terlihat.

Sedangkan beberapa orang yang saya kenal saat ini adalah tipe radikal, yang menyuarakan kegelisahannya secara terang-terangan; aktivis.

Untuk seniman sendiri masih lebih mudah karena mereka tidak mencoba menjejali saya dengan sesuatu.

Mereka lebih suka menunjukan suatu keindahan (artistik) yang walaupun keindahan tersebut menyakitkan.

Dan keindahan lebih mudah diterima oleh orang seperti saya.

Berbeda dengan pergaulan kiri radikal ini.

Disini saya mencoba memutar kehidupan saya. Menjadi lebih sabar, mencoba mendengarkan penjelasan panjang lebar.

Ilmu politik, sosial, budaya, sejarah, antropologi, ekonomi rakyat dan berbagai macam.

Yang dulunya saya tak mau sentuh tak mau peduli dengan terpaksa harus saya mulai jamahi.

Pembicaraan mereka hampir semua tidak saya mengerti kecuali soal kerusakan lingkungan dan pendidikan anak.

Saya disarankan untuk membaca buku-buku tebal peneliti besar.

Saya bersabar mendengarkan diskusi-diskusi panjang lebar, yang memaksa saya duduk diam sampai pantat terasa ber-akar.

(Ada kalanya kepala saya terasa sakit, otak saya rasanya mau pecah, saking penuhnya pelajaran yang mereka berikan.)

Proses.

Saya tidak lantas mau mengikuti semuanya. Karena saya kaget dan masih merasa curiga.

Awalnya saya masuk karena penasaran pada suatu issue. Saya mencoba datang untuk mendengarkan beberapa penjelasan.

Yang anehnya walau dijelaskan berjam-jam saya belum bosan dan malah semakin penasaran.

Saya jadi semakin sering datang bertandang. Hanya untuk mendengarkan.

Sampai dirumah saya ingat kembali, saya coba cermati dan amati. Mencari info-info yang bisa saya dapat.

Dan akhirnya saya terjerumus dalam aksi radikal mereka.

Bukan tanpa alasan bukan tanpa pengetahuan. Tapi secara sadar.

Ada resiko besar di depan mata. Tapi perubahan yang terjadi di diri saya lebih besar, lebih mampu melahap ketakutan saya terhadap resiko tersebut.

Hampir satu minggu diawal perkenalan saya menginap di tempat mereka.

Hanya mendengarkan mereka berbicara beberapa hari saja ternyata membuat hati saya bergejolak entah kenapa.

Saya semakin penasaran.

Saya mencoba mulai membaca satu buku yang disarankan. Ternyata memang buku untuk pemula.

Hanya satu hari saya habiskan.

Buku itu semacam komik sejarah tentang perjuangan Che Guevara memimpin revolusi.

Saya semakin menggebu-gebu. Ada perubahan sudut pandang.

Proses masih berlangsung.

Saya mulai mencari tahu tentang apa yang mereka bicarakan.

Mulai aktif bertanya. Dan itu cukup membantu.

Efeknya; saya jadi semakin ingin tahu.

Semakin saya tahu, semakin saya merasa bodoh.

Kemana saja saya selama ini sampai tidak mengetahui hal-hal g(p)enting seperti itu?

Sempat beberapa kali sharing tentang keadaan pemerintahan, dan saya shock. Perasaan marah dan sedih menjadi satu. Entah hanya sensitif atau emosi menghadapi kenyataan yang jauh lebih mengerikan dari yang diberitakan media.

Saya bukannya menerima semua pembicaraan orang-orang pergaulan kiri ini secara mentah-mentah. Tapi saya telah coba buktikan sendiri.

Dan bahkan media sendiri kadang berulah, membuat saya kecewa.

Memutar balikkan fakta yang ada.

Lebih kecewa lagi ketika tau; media besar yang dipercaya rakyat ternyata dapat dibungkam demi kepentingan pribadi/golongan penguasa.

Mungkin sudah banyak orang yang tau pemutar balikkan fakta ini.

Yang saya heran, kenapa orang-orang yang lebih dulu tau ini tidak bergerak melawan? Hanya pasrah pada keadaan?

Atau malah... sudah dibungkam juga?

Saya terlalu penasaran.

Saya mencoba tetap berpikir seimbang.

Akhirnya saya mendapati musuh terlalu besar dan berkuasa. Terlalu beresiko untuk dilawan sendirian.

Saya kembali ke pergaulan kanan, mencoba membagi apa yang saya dapat dari teman-teman kiri.

Ketika kembali ke pergaulan kanan, belum masuk ke pembicaraan pokok, saya sudah merasa ada jarak diantara saya dan teman-teman pergaulan kanan yang dulu sangat dekat dengan saya.

Disini saya sadar, saya mulai berubah.

Tidak mudah untuk menyampaikan apa yang saya dapat dari pergaulan kiri ke pergaulan kanan.

Butuh proses.

Dan saya mendapati kebiasaan ketika seseorang merasa lebih tau ia akan menggebu-gebu dan sulit sekali mengontrol perasaan tersebut untuk bisa menyampaikan sesuatu tanpa menimbulkan rasa kontra berlebihan.

Saya terlalu emosi saat menyampaikan apa yang saya dapat, saya kesal karena mereka tak kunjung mengerti, tak kunjung sadar.

Dan kembali saya merasa bodoh.

Mengapa saya menggunakan emosi saat berbicara dan berdiskusi? Padahal saya adalah alumnus sekolah komunikasi. Saya merasa konyol.

Kembali saya belajar.

Untung saja teman-teman pergaulan kanan akhirnya bisa lebih sabar menghadapi saya yang sedang penuh gejolak.

Mereka akhirnya mau mengerti dan sependapat. Hanya saja belum berani untuk melawan secara langsung.

Menurut mereka; "setiap orang punya cara masing-masing untuk melawan"

Saya tidak menuntut lebih, karena tujuan saya memang hanya sekedar membuat mereka tau. Membuat mereka mengerti.

Dengan kembalinya saya ke pergaulan kanan saya sadar ada jarak yang lebar diantara pergaulan kanan dan pergaulan kiri.

Susah sekali mengkomunikasikan secara sederhana sesuatu yang menggebu-gebu dan mengerikan.

(Yang saya tau untuk diri saya sendiri saya belum mau menyerah dan saya masih harus terus mencoba.)

Saya kembali ke pergaulan kiri untuk mendengarkan diskusi dengan keadaan sadar dengan segala kekurangan saya.

Banyak sekali hal yang saya dapati dari mereka. Bukan hal semacam apa, tapi lebih ke kenyataan pada diri saya sendiri.

Misalkan tentang saya yang tidak mengetahui sejarah keluarga saya, yang padahal sejarah tersebut penting untuk mengetahui karakter masing-masing anggota keluarga.

Mereka membuat saya sadar betapa saya tidak peduli terhadap sejarah kecil seperti tersebut yang meskipun kecil tapi telah menjadi kunci permasalahan besar yang selama ini dialami keluarga saya.

Dan parahnya bukan hanya saya, tapi hampir seluruh generasi muda yang mengklaim diri mereka 'modern' dan 'masa kini' menganggap sejarah tidak terlalu penting. Menurut mereka membangun rencana masa depan jauh lebih penting.

Seringkali mereka bercanda dengan berkata; "udah deh, ngapain kamu ngurusin begituan? Mending sekarang kamu usaha aja buat ngerancang masa depan. Lupain masa lalu, tatap masa depan."

Lantas bagaimana kita mau membangun masa depan kalau kita tidak tau sejarah dan karakter bangsa kita sendiri?

Sama seperti dokter; bagaimana caranya seorang dokter bisa mengobati pasien tanpa mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien tersebut?

Sebagai orang-orang kanan kita pun perlu mengetahui sejarah bangsa sendiri! Sejarah yang sebenarnya terjadi! Bukan yang rekayasa; diciptakan demi kepentingan pribadi atau golongan penguasa!

Tapi pun menurut saya sama bagi pergaulan kiri, mengetahui masa lalu bukan berarti tidak mau mengikuti perkembangan jaman.

Bukan juga berarti harus mengasingkan diri dan tidak berbaur pada pergaulan kanan.

Yang saya pikirkan adalah; kalau orang-orang kiri ini (sebagai yang lebih tau) tidak mau membagi ilmunya kepada orang-orang kanan hanya karena merasa orang-orang kanan tidak sepikiran,tidak mau peduli, itu juga salah.

Bila mereka tidak sepikiran buatlah mereka menjadi sepikiran.

Bila mereka tidak tau, maka buatlah menjadi tau.

Orang-orang kanan hanya tidak tahu, dan mereka butuh diberi tahu.

(Dengan cara mereka, dengan cara yang sederhana. Mereka bukan orang gelisah seperti orang kiri, mereka tidak suka berpikir rumit. Maka beri tahulah dengan cara sederhana, tanpa provokasi, hanya dari hati ke hati.)
Bila mereka tidak tertarik, maka buatlah mereka tertarik.

Sebagai yang lebih tahu, orang-orang kiri berkewajiban membuat tahu orang-orang kanan. Apa pun caranya. Dan tanpa alasan untuk menyerah. Karena tidak ada kata menyerah untuk membuat orang belajar lebih peduli.

Bila terlalu sulit untuk berkomunikasi, mulai dulu dari hal-hal yang menyangkut kepentingan pribadi mereka.

Mulai dari yang sederhana. Ajak mereka untuk merasakan.

Karena nantinya yang membuat sebuah perlawanan kuat adalah keteguhan perasaan.

Akan percuma jika membuat mereka ikut melawan tanpa mengerti keadaan, tanpa bisa merasakan.

Mereka akan mudah dikompori dan diadu domba. Perjuangan akan kembali sia-sia.

Sebab menurut pendapat.

Perasaan empati mereka lah yang akan membuat mereka bergerak; melawan tanpa paksaan.

Perasaan empati mereka lah yang akan membuat mereka tidak mudah di bungkam; meski oleh meriam.

Perasaan empati mereka juga lah yang nantinya akan membuat kita menang; melawan kerakusan dan kebodohan.